Diaspora Bangsa Indonesia
pendidikan
Kalian pernah dengar lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”?
Bagaimana menurut kalian mengenai lagu tersebut apakah sesuai dengan kebenaran leluhur
kalian sebagai seorang pelaut? Pada catatan sejarah, bangsa Indonesia tercatat
pandai dalam mengarungi samudra. Mereka melakukan perjalanan, baik untuk
mengeksplorasi alam, berdagang dan berinteraksi dengan sesama manusia di lain daerah. Pada pembahasan
kali ini, kalian perlu memahami mengenai diaspora bangsa Indonesia.
a. Orang Bugis dan Dayak di Afrika Selatan
Apakah kalian mengetahui bahwa orang Bugis dan Mandar
merupakan suku yang terampil dalam melaut dan membuat kapal? Orang Bugis dan Mandar
terkenal sebagai suku yang pandai melaut dan membuat kapal. Mereka terkenal
dengan terampil membuat dan menggunakan kapal Pinisi. Kapal Pinisi membantu
mengarungi dunia, mengarungi samudra.
Terdapat banyak pendapat perihal pendatang berwajah Melayu
di Afrika Selatan, tepatnya di Madagaskar. Pendapat ini dapat dikerucutkan menjadi
dua, yaitu kelompok suku Dayak dan suku Bugis. Berbagai studi menunjukkan
keterampilan bangsa Indonesia adalah melaut. Begitu pun dengan kemampuan suku
Dayak dan Bugis yang dapat berhasil sampai Madagaskar.
Suku Dayak teridentifikasi di Madagasakar melalui studi
bahasa. Bahasa yang berada di Madagaskar diidentifikasi berasal dari bahasa Maanjan
(suku Maanjan di Lembah Barito, Kalimantan). Suku Maanjaan tidak pernah berlayar
jauh karena mereka terbiasa hidup dengan budaya sungai. Kemungkinan besar, suku
Maanjan dibawa oleh para pelaut Bajau yang kerap membawa orang Indonesia ke
Afrika dan Madagaskar.
Diaspora Suku Bajau yang tersebar di belahan penjuru dunia.
Dialek komunitas yang sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain
sangat berbeda dengan suku-suku yang tinggal menetap. Dugaan sementara
menyimpulkan suku Bajau memengaruhi dialek suku Dayak karena mereka pernah
singgah dan menetap di Kalimatan.
Penelitian lain menunjukan darah suku Dayak mengalir di
tubuh pen[1]duduk
Madagaskar. Pada masa lampau, etnis Dayak berlayar dengan perahu ke Samudra
Hindia dan diduga terdampar di Madagaskar yang sebelumnya tidak berpenghuni.
Suku Dayak diduga se[1]bagai pemukim
pertama di Madagaskar. Ini ditunjukan dengan bukti bahwa suku-suku di dataran
tinggi yaitu Me[1]rina,
Sihanaka, dan Betsileo menggunakan bahasa komunikasi yang mirip dengan bahasa
Barito yang banyak di[1]gunakan di
Kalimantan bagian Selatan
Suku Bugis teridentifikasi dan kemungkinan besar menjadi
salah satu dari diaspora bangsa Indonesia yang datang pertama ke Madagaskar. Mereka
diduga ke Madagaskar/Afrika Selatan karena menjadi tawanan politik Belanda.
Mereka didatangkan untuk dipekerjakan sebagai budak di Tanjung Harapan. Mereka
tidak pernah kembali dan menetap di Madgaskar/Afrika Selatan. Tawanan politik
yang dibawa Belanda salah satunya adalah Syekh Yusuf, seorang tokoh Bugis dari
Gowa Makassar.
Beliau menetap di Afrika Selatan dan menyiarkan agama Islam
di sana terutama di kalangan para budak yang kemudian membentuk komunitas Islam.
Sebagai tanda penghormatan, salah satu kota kecil tempat ia berdakwah di Afrika
Selatan dinamakan Macassar.
Di samping berlayar dan berdagang, pemerintah Belanda di
abad ke[1]17 juga
melakukan praktik migrasi paksa. Mereka memanfaatkan orang[1]orang yang
diasingkan ke Afrika Selatan untuk membangun koloni di Tanjung Harapan.
Orang-orang yang diasingkan tersebut banyak berasal dari keturunan sultan dan
pangeran dari Jawa dan Makassar. Seiring waktu, mereka menggabungkan diri
menjadi satu komunitas.
b. Orang Bugis di Malaysia
Proses penggabungan kebudayaan Bugis ke Malaysia dengan cara
menjadi orang Melayu. Mereka menjadi seorang Muslim, menggunakan bahasa Melayu
dan menerapkan adat istiadat Melayu. Orang-orang Bugis mudah untuk melakukan
hal tersebut karena budaya, bahasa, dan adat istiadat yang tidak berbeda jauh.
Antara tahun 1855-1920, banyak pendatang dari Indonesia
(Jawa, Madura dan Kalimantan) yang menetap dan membuka lahan baru di Johor.
Mereka menebang hutan dan menjadikannya perkebunan. Ada juga yang datang juga
untuk bekerja sebagai kuli kontrak di perkebunan milik keluarga Arab. Mereka
berangkat dari Indonesia ke Johor menaiki kapal Suku Bugis.
b. Orang Bugis di Malaysia
Proses penggabungan kebudayaan Bugis ke Malaysia dengan cara
menjadi orang Melayu. Mereka menjadi seorang Muslim, menggunakan bahasa Melayu
dan menerapkan adat istiadat Melayu. Orang-orang Bugis mudah untuk melakukan
hal tersebut karena budaya, bahasa, dan adat istiadat yang tidak berbeda jauh.
Antara tahun 1855-1920, banyak pendatang dari Indonesia
(Jawa, Madura dan Kalimantan) yang menetap dan membuka lahan baru di Johor.
Mereka menebang hutan dan menjadikannya perkebunan. Ada juga yang datang juga
untuk bekerja sebagai kuli kontrak di perkebunan milik keluarga Arab. Mereka
berangkat dari Indonesia ke Johor menaiki kapal Suku Bugis.
Migrasi Suku Bugis secara besar-besaran terjadi pada 24 Juli
1669 akibat dari jatuhnya ibu kota Kerajaan Gowa, Somab Opu ke tangan Belanda. Mereka
bermigrasi ke daerah Semenanjung Malaya dan Kalimatan bagian utara (Borneo).
Hal tersebut merupakan cikal bakal dari diaspora Bugis di daerah Sabah dan
Serawak, Malaysia. Pemerintah Belanda pada tahun 1882-1885 mendatangkan Suku
Bugis ke Tawau dengan tujuan membangun daerah Tawau dan membuka perkebunan
kelapa.
Suku Bugis bermigrasi secara kelompok yang dipimpin oleh
tokoh[1]tokoh
bangsawan. Kaum laki-laki datang terlebih dahulu dan selanjutnya membawa keluarga
mereka. Suku Bugis dari generasi pertama memperoleh tanah dan membuka
usaha-usaha perkebunan di Sabah. Mereka juga melakukan perdagangan dan
menangkap ikan. Suku Bugis mendapat tempat istimewa dan punya posisi penting di
Sabah. Tokoh Bugis diangkat menjadi pemimpin berbagai kelompok etnis yang ada
di sana.
c. Orang Makassar (The Macassans) di Australia
Suku-suku pelaut di Nusantara memanfaatkan angin monsoon
(muson) barat laut untuk berlayar ke Australia. Suku Bugis secara teratur
berlayar ke Australia dan kerap singgah di Australia bagian utara sejak 1650.
Mereka menyebut daerah Arnhem di Australia Utara dengan Marege dan wilayah barat
laut Australia dengan sebutan Kayu Jawa. Suku Bugis pergi ke Australia Utara
untuk mencari teripang (sea cucumber). Teripang tersebut kemudian diasapi dan
diekspor ke Tiongkok. Pada perkembangannya, suku Bajau dan nelayan dari Buton
juga datang untuk mencari teripang.
Nelayan Bugis banyak berdatangan dan singgah di Australia.
Suku Bugis melakukan perjalanan dengan rute Makassar–Saleier, Wetar–Kisar–Leti–Moa–Pelabuhan
Darwin. Jejak interaksi antara orang Bugis dan suku Aborigin yang tinggal di
Australia dapat dilihat pada beberapa lukisan gua dan kulit kayu. Di samping
itu, beberapa ritual yang dilakukan suku Aborigin (Australia) juga menunjukkan
bukti interaksi tersebut.
Pada pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-20, pelaut
Makassar berkunjung secara rutin tiap musim ke Australia. Mereka mengumpulkan teripang
sekaligus berdagang dengan membeli kulit kura-kura, kayu besi, mutiara, dan
kulit kerang. Mereka juga menyediakan kebutuhan suku Aborigin seperti makanan,
tembakau, alkohol, baju, panah, dan pisau.
Hubungan mereka sangat baik sehingga suku Aborigin beberapa
kali ikut dan singgah di Makassar. Bahkan, beberapa diantaranya menetap di Makassar.
Dikutip dari Buku Siswa IPS kelas 7 semester ganjil Kurikulum Merdeka